Susah Cari Makan: Kisah Nyata Keluarga yang Terpaksa Mengais dari Sampah

Di tengah hiruk pikuk kota, tersembunyi kisah-kisah perjuangan hidup yang menyayat hati. Keluarga Pak Herman adalah salah satunya. Setiap hari, sebelum matahari terbit, mereka sudah memulai rutinitas pahit: menyusuri tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA). Demi menyambung hidup, mereka Terpaksa Mengais sisa-sisa yang dibuang, mencari botol plastik, kertas, atau logam yang masih bisa ditukarkan dengan uang receh.

Kondisi ekonomi yang sulit, diperparah oleh hilangnya pekerjaan formal Pak Herman akibat PHK, telah mendorong mereka ke tepi jurang. Tidak ada pilihan pekerjaan lain yang tersedia, dan tekanan untuk memberi makan anak-anak memaksa mereka mengambil keputusan ekstrem. Setiap barang bekas yang ditemukan adalah harapan kecil, menjauhkan mereka dari kelaparan, meskipun harus mempertaruhkan kesehatan dan martabat.

Ibu Sinta, istri Pak Herman, membantu suaminya tanpa kenal lelah. Seringkali, dia harus Terpaksa Mengais di bawah terik matahari atau hujan lebat, mengabaikan aroma menyengat dan risiko penyakit infeksi. Mereka berharap hasil dari pekerjaan ini cukup untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari, seperti beras dan minyak. Harapan akan masa depan yang lebih baik terasa semakin jauh setiap harinya.

Anak-anak mereka juga terlibat dalam pekerjaan ini, meski harusnya berada di bangku sekolah. Lingkaran setan kemiskinan menjerat mereka; tanpa pendidikan yang layak, peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan sangat kecil. Kisah keluarga ini menunjukkan kegagalan sistem dalam menyediakan jaring pengaman sosial yang memadai bagi kelompok yang paling rentan.

Penghasilan harian dari Terpaksa Mengais ini sangat tidak menentu. Terkadang, mereka bisa mendapatkan cukup uang untuk makan dua kali sehari; di hari lain, mereka harus menahan lapar. Fluktuasi harga barang rongsokan dan persaingan ketat dengan pemulung lain membuat hidup mereka selalu dalam bayang-bayang ketidakpastian finansial yang konstan.

Kehidupan di sekitar TPA penuh dengan risiko kesehatan. Paparan bakteri, bahan kimia berbahaya, dan polusi udara adalah bagian dari keseharian mereka. Tanpa akses asuransi kesehatan yang memadai, sakit ringan pun bisa berubah menjadi bencana finansial, menghabiskan sedikit tabungan yang berhasil mereka kumpulkan dengan susah payah.

Kisah Pak Herman dan keluarganya adalah refleksi nyata Terpaksa Mengais adalah upaya putus asa. Ini menyoroti urgensi perlunya intervensi pemerintah yang lebih terstruktur dan berkesinambungan. Program peningkatan keterampilan, akses modal usaha mikro, dan jaminan sosial adalah kunci untuk mengangkat mereka dari jurang kemiskinan ekstrem.

Pada akhirnya, martabat manusia harus menjadi pertimbangan utama. Solusi jangka panjang harus fokus pada penciptaan lapangan kerja formal yang layak dan inklusif. Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa angka pertumbuhan ekonomi tidak akan berarti tanpa pengentasan kemiskinan yang menyentuh mereka yang harus hidup dari sisa-sisa kehidupan orang lain. Sumber

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org