Di tengah keindahan lanskap Gunung Bromo yang ikonik, hidup sebuah komunitas masyarakat adat yang unik dan kaya akan tradisi: Suku Tengger. Mereka mendiami dataran tinggi di sekitar kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, dan memiliki sejarah, kepercayaan, serta adat istiadat yang khas, terjalin erat dengan alam yang mengelilingi mereka.
Jejak Sejarah dan Asal Usul Nama:
Asal usul Suku Tengger memiliki beberapa versi. Salah satu yang populer mengaitkan nama “Tengger” dengan gabungan suku kata terakhir dari nama leluhur mereka, Roro Anteng dan Joko Seger. Legenda menceritakan kisah cinta keduanya yang diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tengger. Selain itu, kata “Tengger” juga diartikan sebagai “tegak” atau “diam tanpa bergerak,” melambangkan watak luhur dan budi pekerti masyarakatnya. Beberapa ahli juga berteori bahwa Suku Tengger sudah ada jauh sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit, namun kemudian terpengaruh oleh budaya dan kepercayaan kerajaan tersebut.
Kepercayaan yang Menyatu dengan Alam:
Mayoritas masyarakat Suku Tengger menganut agama Hindu, namun dengan corak yang khas dan berbeda dengan Hindu di Bali. Kepercayaan mereka juga bercampur dengan elemen-elemen animisme dan penghormatan terhadap roh leluhur serta kekuatan alam, terutama Gunung Bromo yang dianggap suci. Hal ini tercermin dalam berbagai upacara adat yang mereka lakukan, seperti Yadnya Kasada atau Kasodo, yaitu ritual persembahan sesaji ke kawah Gunung Bromo sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan.
Adat Istiadat yang Terpelihara:
Suku Tengger memiliki berbagai adat istiadat yang masih dipertahankan hingga kini. Struktur sosial mereka dipimpin oleh kepala desa dan tokoh adat atau dukun. Mereka menyelesaikan masalah melalui musyawarah dan memiliki tradisi gotong royong yang kuat. Dalam siklus hidup, terdapat berbagai upacara adat yang menandai kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Pakaian adat Suku Tengger juga memiliki ciri khas tersendiri, sederhana namun sarat makna.
Harmoni dengan Lingkungan Gunung Bromo:
Kehidupan Suku Tengger sangat erat kaitannya dengan lingkungan sekitar Gunung Bromo. Mereka umumnya bermata pencaharian sebagai petani, dengan hasil bumi utama berupa kentang, jagung, dan sayuran lainnya. Mereka memiliki kearifan lokal dalam mengelola lahan pertanian secara tradisional dan menjaga kelestarian alam di sekitar gunung suci mereka.